Persoalan Desa Masuk Kawasan Hutan Perlu Diselesaikan, Hindari Tumpang Tindih Kebijakan

Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian Napitupulu saat mengikuti Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Desa Masuk Kawasan Hutan: Menata Ulang Tata Ruang dan Keadilan Agraria” di Jakarta, Rabu (23/7/2025). Foto : Prima/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian Napitupulu, menegaskan pentingnya penyelesaian persoalan desa yang masuk dalam kawasan hutan untuk mencegah tumpang tindih kebijakan antara kementerian. Hal itu disampaikannya saat mengikuti Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Desa Masuk Kawasan Hutan: Menata Ulang Tata Ruang dan Keadilan Agraria” di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
“Kita tadi berbicara, Kementerian Kehutanan punya masalah dengan Kementerian Desa dan Kementerian Dalam Negeri karena banyak desa-desa masuk kawasan hutan. Ada masalah juga dengan Kementerian ATR karena banyak sertifikat tanah yang juga masuk dalam kawasan hutan. Bahkan dengan Kementerian Transmigrasi, karena banyak lahan transmigrasi yang terdampak. Jadi, problem utamanya ada pada Kementerian Kehutanan,” ungkapnya kepada Parlementaria.
Politisi Fraksi PDI Perjuangan ini menjelaskan, pihaknya bersama para pemangku kepentingan telah bersepakat pada tiga hal pokok sebagai solusi. Pertama, seluruh desa yang masuk kawasan hutan harus dikeluarkan dari kawasan tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan.
“Jangan sampai, mau bangun jalan desa harus izin ke Kementerian Kehutanan. Mau bangun sekolah pun bukan izin ke dinas pendidikan, tapi ke Kementerian Kehutanan hanya karena wilayahnya masuk kawasan hutan,” tegasnya.
Kedua, Adian menekankan bahwa semua tanah bersertifikat yang statusnya sudah ada sebelum penetapan kawasan hutan, harus tetap diakui legalitasnya dan dikeluarkan dari kawasan hutan. “Ketiga, lahan-lahan transmigrasi yang sudah memiliki sertifikat dan masuk kawasan hutan juga harus dikeluarkan. Bagi yang belum bersertifikat karena masuk kawasan hutan, segera dikeluarkan dan diberikan sertifikatnya,” tambah Adian.
Legislator Dapil Jabar V ini menyoroti dampak serius tumpang tindih tersebut terhadap pembangunan di desa. Kepala desa, kata Adian, kerap menghadapi dilema ketika hendak membangun infrastruktur karena khawatir berurusan dengan persoalan hukum.
“Kalau kepala desa harus mengurus izin pinjam pakai kawasan hutan, itu pertama berjangka waktu. Kedua, masa pembangunan untuk rakyat harus ditunda hanya karena persoalan izin? Yang boleh ditunda itu proyek-proyek bisnis, tapi untuk rakyat tidak boleh. Semakin cepat negara bertindak, semakin baik untuk rakyat,” pungkasnya. (pdt/aha)